Jakarta, KlikDirektori.com | Firma hukum AS Herrmann Law Group bersama firma Hukum Indonesia Danto dan Tomi & Rekan mewakili keluarga dari 24 korban kecelakaan Lion Air penerbangan JT 610 meminta Lion Air, Tugu Pratama Insurance, Global Aero Space dan Kennedys Legal Solutions membayar setiap keluarga korban sebesar Rp.1,254 miliar tanpa mengharuskan mereka menanda tangani Release & Discharge (R&D) yang tidak sah.
Dengan menandatangani Release & Discharge (R&D) mengakibatkan para korban harus kehilangan semua hak mereka untuk menerima kompensasi penuh dari mereka yang bertanggung jawab atas kecelakaan itu, tidak hanya Lion Air tetapi juga Boeing dan lebih dari 1000 terdakwa potensial lainnya yang ada pada daftar Release & Discharge (R&D) yang diberikan oleh pihak Asuransi, demikian isi pokok somasi dan paparan yang disampaikan oleh Charles J. Herrmann, USA Attorney at Law dari Herrmann Law Group di Hotel Fairmont, Jakarta hari Kamis (04/04) 2019.
Sesuai isi somasi yang disampaikan dimana Undang-Undang Penerbangan Indonesia tidak subjek pada interprestasi. Artinya seperti kata-kata yang ditulis. Bab 8 Tanggung Jawab Operator; paragraf 2, pasal 141 menyatakan bahwa Lion Air benar benar bertanggung jawab untuk membayar korban ini jumlah yang disebutkan diatas sebagaimana diatur oleh Permenhub No.77/2011 Pasal 3 & 5. Seperti asuransi jiwa, tidak diperlukan bukti kesalahan atau kerusakan. Para korban hanya perlu memastikan bahwa orang yang mereka cintai meninggal dalam kecelakaan itu dan bahwa mereka adalah pewaris sah mereka. Tidak ada lagi. [Lihat: Ex.4, Aviation Laws of Indonesia]
R&D Releasees adalah suatu bentuk pelanggaran langsung terhadap Undang-Undang Penerbangan Indonesia, Pasal 186, yang mana secara tegas melarang R&D Releasees dengan bunyi pasal sbb:
1. Pengangkut dilarang membuat perjanjian atau persyaratan khusus yang meniadakan tanggung jawab pengangkut atau menentukan batas yang lebih rendah dari batas ganti kerugian yang diatur dalam undang-undang ini.
[Lihat: Ex.4, Aviation Laws of Indonesia]
R&D Releasees berjumlah 9 halaman yang berisi 21 paragraf dimana salah satu paragraf berbunyi:
14. Pelepas Hak (anggota keluarga korban) telah diberi kesempatan untuk berkonsultasi dengan pengacara untuk meninjau dan megevaluasi Pelepasan dan Pembebasan ini dan Pelepas Hak menyatakan bahwa mereka telah melakukannya atau setuju untuk melepaskan hak ini…”
[Lihat: Ex, R&D para 14]
Seharusnya pembayaran yang cepat dan tanpa R&D illegal yang memberikan dukungan sepenuhnya kepada para korban tanpa melepaskan haknya untuk menerima konpensasi penuh dari mereka yang bertanggung jawab atas tragedi ini sebagaimana diatur dalam pasal 1370 KUH Perdata Indonesia.
Adalah kesalahan yang fatal apabila Tugu Pratama atau Global Aerospace menjual polis pertanggungan asuransi dimana polis tersebut tidak mencakup pembayaran yang diberlakukan dan dipersyaratkan oleh pasal 141 UU Penerbangan. Hal ini akan menjadi perselisihan antara Lion Air, Tugu Pratama dan Global Aerospace. Lion Air mungkin sekali memiliki gugatan terhadap Tugu Pratama atau Global Aerospace karena gagal memberikan syarat yang benar dalam polis mereka, tetapi itu tidak akan memungkinkan Lion Air lolos dari kewajiban hukumnya dengan mencoba memberikan tanggung jawab kepada perusahaan asuransinya.
Lebih lanjut Herrmann Law Group mengundang pihak-pihak terkait untuk melakukan negosiasi dengan itikad baik mencari penyelesaian yang adil yang dapat diterima oleh kedua belah pihak dalam waktu 30 hari setelah menerima surat somasi, dan bila tidak maka penasehat hukum Indonesia akan siap untuk memulai gugatan terhadap pihak terkait disini di Indonesia.
Baru-baru ini juga terjadi kecelakaan mengerikan kedua, Boeing 737 MAX di Ethiopia yang melibatkan cacat produk yang sama dalam peralatan, desain, peringatan, dan instruksi dimana korban manusia meningkat dengan intensitas tinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Jika Boing mencoba membela diri dengan pembebasan illegal ini dalam tuntutan hukum kami di AS, kami, penasihat hukum Amerika, akan menyambut baik kesempatan untuk memperjuangkan hak-hak para korban ini di Pengadilan Hukum AS terhadap ketidakadilan yang sangat mencolok tersebut,” demikian bunyi somasi Herrmann Law Group kepada Lion Air dan pihak-pihak terkait yang ikut bertanggung jawab terhadap klaim pembayaran ganti rugi asuransi pada korban kecelakaan pesawat Lion Air JT 610.
Permintaan maaf hari ini dari Chief Executive 0fficer (CEO) Boeing, Dennis Mullenburg atas kematian 346 orang dalam kecelakaan Boeing 737 MAX 8 di Indonesia dan Ethiopia dapat menjadi momentum percepatan pembayaran ganti rugi baik dari pihak maskapai maupun pihak produsen.
Pernyataan CEO Boeing adalah bukti bahwa kematian anggota keluarga korban karena buruknya pesawat 737 Max 8 yang digunakan Lion Air. Boeing untuk pertama kalinya mengakui, pesawat terjun bebas akibat kesalahan sistem anti-stall dan maneuvering characteristics augmentation system (MCAS), serta kelemahan petunjuk penerbangan dan prosedur operasional Boeing dan meminta maaf ke seluruh keluarga penumpang dan awak yang menjadi korban dalam dua tragedi jatuhnya pesawat Ethiopian Airlines dan Lion Air. Muilenburg menyampaikan permintaan maaf dan pengakuan ini menanggapi laporan awal tragedi Ethiopian Airlines yang dirilis otoritas Ethiopia. Saat ini, Pesawat 737 MAX 8, generasi terbaru dari jajaran pesawat seri 737 buatan Boeing tengah dilarang terbang.
Dalam laporan itu, para penyidik Ethiopia mendapati bahwa sebuah sensor mengalami malfungsi dalam penerbangan Ethiopian Airlines bulan lalu, telah mengirimkan data tidak benar kepada sistem kontrol penerbangan pada pesawat jenis 737 MAX 8 itu. Pernyataan CEO Boeing akan memperkuat hak-hak keluarga korban untuk memperoleh ganti kerugian yang pantas dari produsen pesawat. Perkembangan ini belum pernah terjadi sebelumnya. Ini sejarah dalam litigasi bencana penerbangan. CEO Boeing telah mengakui tanggung jawabnya sebelum kesimpulan investigasi pemerintah.
Kerugian dari kematian orang Indonesia harus ditakar secara sama dengan kerugian dari kematian orang Amerika yang meninggal di Ethiopia Airlines. lni bisa terjadi kalau keluarga korban dari Indonesia ikut bergabung menuntut Boeing di Amerika Serikat. Jumlah ganti ruginya akan jauh lebih tinggi dari yang diatur dalam perundang-undangan Indonesia. Keluarga korban layak untuk mendapatkan ganti rugi dari semua pihak yang bertanggung jawab. (nk)